Sejarah Berdirinya Dinasti Umayah
Pengertian kata Bani,Dinasti dan Daulah. ketiga kata tersebut memiliki
arti yang berbeda ,tetapi sangat terkait erat. Kata bani berarti
anak,anak cucu, atau keturunan. Dengan demikian , yang dimaksud Bani Umayah
adalah anak, anak cucu atau keturunan Umayah bin Abdu Syams.Kata Dinasti
berarti keturunan raja-raja yang memerintah dan semuanya berasal dari keluarga.
Dengan demikian Dinasti Umayah adalah keturunan raja -raja yang memerintah yang
berasal dari Bani Umayah. Adapun kata Daulah berarti
kekuasaan, pemerintahan, atau negara. Dengan kata lain, Daulah
Umayah adalah negara yang diperintah oleh Dinasti
Umayah yang raja-rajanya dari Bani Umayah. Muawiyah
bin Abi Sufyan adalah putra dari Abu Sufyan bin Harb, seorang tokoh
berpengaruh dari Bani Umayah. Ia masuk Islam bersama ayahnya padasaat
terjadi Fathu Makkah. Pada masa Nabi Muhammad saw, ia menjadi salah satu
perawi hadits yang baik. Pada masa Kholifah Abu Bakar as Shiddiq,Muawiyah
bin Abu Sufyan memimpin tentara Islam dalam perang Riddahuntuk menumpas
kaum murtad. Peran Muawiyah bin Abu Sufyan bertambah besar pada
masa Kholifah Usman bin Affan. Salah satu sebabnya adalah Usman bin
Affan juga anggota Bani Umayah. Pada waktu itu , Muawiyah bin Abu
Sufyan menjabat sebagaiGubernur di Damaskus ( Suriah
).Wafatnya Khalifah Usman bin Affan menjadi momentum perpecahan dikalangan umat
Islam , yaitu :
1.
Kelompok
Mu'awiyah menuntut bela atas terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan dan Khalifah
Ali bin Abi Thalib juga ikut bertanggung jawab.
1.
Kelompok
Aisyah, Zubair dan Talhah menyatkan tidak setuju atas tuntutan bela wafatnya
Usman bin Affan, begitu pula tidak setuju atas pengangkatan Ali bin Abi Thalib
sebagai Khalifah
1.
Kelompok
pendukung Khalifah Ali bin Abi Thalib
Peristiwa terbunuhnya
Khalifah Usman bin Affan menyebabkan perpecahan antara Muawiayh
bin Abu Sufyan dengan Ali bin Abi Thalib yang menggantikan
Usman bin Affan sebagai Khalifah. Kelompok Bani Umayah merasa tidak puas
terhadap kebijakan Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam menangani kasus
terbunuhnya Usman bi Affan.Perselisihan antara Ali bin Abi Tahlib dan Muawiyah
bin Abi Sufyan akhirnya pecah menjadi Perang Shiffin.
Perang diakhiri dengan peristiwa Tahkim yang menyebabkan
munculnya 2 kelompok
1.
Kelompok
Syi'ah ,
yaitu kelompok yang setuju dan mendukung
keputusan Khalifah Ali bin Abi Thalib
1.
Khawarij
, yaitu kelompok di pihak Ali bin Abi Thalib
yang tidak mau menerima hasil Tahkim. Perselisihan
tersebut berakhir denganterbunuhnya Ali bin Abi Thalib oleh Ibnu
Muljam dari kelompok Khawarij.
Sepeninggal Ali bin Abi
Thalib pemerintahan dilanjutkan oleh Putranya Hasan bin
Ali, akan tetapi pemerintahan Hasan hanya bertahan beberapa bulan.
Posisinya yang makin lemah dan keinginannya untuk mempersatukan umat islam
membuat Hasan bin Ali menyerahkan pemerintahan kepada Muawiyah bin Abu Sufyan.
Hasan bin Ali tidak menginginkan peperangan berkepanjangan yang menyebabkan
banyak korban jiwa dikalangan umat Islam. Penyerahan Dari Hasan bin Ali kepada
Muawiyah bin Abi Sufyan dengan 3 perjanjian yaitu :
1.
Mu'awiyah
harus memberi jaminan akan keselamatan Hasan dan keluarganya.
1.
Mu'awiyah
harus menjaga nama baik Khalifah Ali bin Abi Thalib termasuk menghentikan caci
maki didalam kutbah maupun dalam pidato-pidatonya
1.
Setelah
Mu'awiyah wafat jabatan khalifah harus diserahkan kepada musyawarah kaum
muslimin
Peristiwa penyerahan kekuasaan
dari Hasan bin Ali kepada Muawiyah bin Abu Sufyan itu terkenal
dengan sebutan Amul Jama'ah atau tahun penyatuan .Peristiwa
itu terjadi pada tahun 661 M. Sejak itu, secara resmi pemerintahan Islam
dipegang oleh Muawiyah bin Abu Sufyan. Ia kemudian memindahkan
pusat kekuasaan dari Madinah ke Damaskus ( Suriah
). Keturunan Umayah memegang kekuasaan Islam selama
90 tahun, kemudian dikenal dengan Dinasti Umayah. Selama kurun waktu
tersebut pemerintahan dipegang oleh 14 orang. Khalifah-Khalifah itu
adalah sebagai berikut :
1.
Muawiyah
bin Abu Sufyan ( Muawiyah I ) 661-680 M
1.
Yazid
bin Muawiyah ( Yazid II )
680-683 M
1.
Muawiyah
bin Yazid
683-684 M
1.
Marwan
bin Hakam (Marwan I)
684-685 M
1.
Abdul
Malik bin Marwan
685-705 M
1.
Al
Walid bin Abdul Malik ( Al Walid II )
705-715 M
1.
Sulaiman
bin Abdul Malik
715-717 M
1.
Umar
bin Abdul Aziz ( Umar II )
717-720 M
1.
Yazid
bin Abdul Malik ( Yazid II )
720-724 M
1.
Hisyam
bin Abdul Malik
724-743 M
1.
Al-Walid
bi Yazid ( Al Walid II )
743-744 M
1.
Yazid
bin al Walid ( Yazid III )
744 M
1.
Ibrahim
bin al Walid
744 M
1.
Marwan
bin Muhammad ( Marwan III )
744-750 M
Pada masa awal , kebijakan pemerintah Dinasti Umayah
lebih banyak ditujukan untuk memperluas wilayah Islam dengan kekuatan militer.
Namun pada periode berikutnya, dinasti ini berhasil menata pemerintahannya
diberbagai bidang. Hal ini tercapai berkat jasa dari empat orang Khalifah
, yaitu :
1.
Abdul
Malik bin Marwan
1.
Walid
bin Abdul Malik
1.
Umar
bin Abdul Aziz
1.
Hisyam
bin Abdul Malik
Pada masa pemerintahan merekalah tercapai kemakmuran
dan kemajuan yang tidak hanya dinikmati oleh rakyat yang beragama Islam saja, namun
kemajuan dan kemakmuran tersebut dapat dinikmati oleh kalangan non muslim.
karena pada saat itu kas negara sangat banyak dan melimpah bahkan sulit untuk
mencari seseorang yang mau menerima zakat.
Adapun urut-urutan Khalifah Daulah Bani Umayyah adalah
sebagai berikut:
1. Muawiyah ibn Abi Sufyan (661-681 M)
Muawiyah ibn Abi Sufyan adalah pendiri Daulah Bani
Umayyah dan menjabat sebagai Khalifah pertama. Ia memindahkan ibu kota dari
Madinah al Munawarah ke kota Damaskus dalam wilayah Suriah. Pada masa
pemerintahannya, ia melanjutkan perluasan wilayah kekuasaan Islam yang terhenti
pada masa Khalifah Ustman dan Ali. Disamping itu ia juga mengatur tentara
dengan cara baru dengan meniru aturan yang ditetapkan oleh tentara di
Bizantium, membangun administrasi pemerintahan dan juga menetapkan aturan
kiriman pos. Muawiyah meninggal Dunia dalam usia 80 tahun dan dimakamkan di
Damaskus di pemakaman Bab Al-Shagier.
2. Yazid ibn Muawiyah (681-683 M)
Lahir pada tahun 22 H/643 M. Pada tahun 679 M,
Muawiyah mencalonkan anaknya, Yazid, untuk menggantikan dirinya. Yazid menjabat
sebagai Khalifah dalam usia 34 tahun pada tahun 681 M. Ketika Yazid naik tahta,
sejumlah tokoh di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Ia kemudian
mengirim surat kepada Gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk
mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk,
kecuali Husein ibn Ali dan Abdullah ibn Zubair.
Bersamaan dengan itu, Syi’ah (pendukung Ali) melakukan
konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali. Perlawanan terhadap Bani Umayyah
dimulai oleh Husein ibn Ali. Pada tahun 680 M, ia pindah dari Mekkah ke Kufah
atas permintaan golongan Syi’ah yang ada di Irak. Umat Islam di daerah ini
tidak mengakui Yazid. Mereka mengangkat Husain sebagai Khalifah. Dalam
pertempuran yang tidak seimbang di Karbela, sebuah daerah di dekat Kufah,
tentara Husein kalah dan Husein sendiri mati terbunuh. Kepalanya dipenggal dan
dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbala (Yatim, 2003:45).
Pada bulan Dzulhijjah tahun 63 H/682 M. Yazid
mengirimkan tentaranya dibawah pimpinan Muslim bin Uqbah al Murri untuk
menyerang Madinah dari gurun Harran, karena penduduk Madinah tidak mau
berbai'at kepada Yazid. Akhirnya Madinah dengan mudah dapat ditaklukan.
Pada tahun 683 M terjadi pemberontakan 'Abdullah bin Zubair di Makkah. Ketika
mendengar tindakan 'Abdullah, Yazid memerintahkan Muslim bin Uqbah berangkat ke
Makkah untuk menumpasnya.
Diperjalanan Muslim meninggal dunia, kemimpinan diteruskan oleh Husain bin
Numair. Diatas bukit Husain memasang sejumlah manjanik dengan peluru batu
diarahkan ke Makkah. Kota Makkah dikepung selama 4 bulan. Dalam pertempuran
antara pasukan bani Umayyah dengan pengikut 'Abdullah bin Zubair, Ka'bah
mengalami kebakaran. Pengepungan berhenti setelah datang berita kematian Yazid
bin Muawiyah pada tahun yang sama.
3. Muawiyah ibn Yazid (683-684 M)
Muawiyah ibn Yazid menjabat sebagai Khalifah pada
tahun 683-684 M dalam usia 23 tahun. Dia seorang yang berwatak lembut. Dalam
pemerintahannya, terjadi masa krisis dan ketidakpastian, iaitu timbulnya
perselisihan antar suku diantara orang-orang Arab sendiri. Ia memerintah hanya
selama enam bulan.
4. Marwan ibn Al-Hakam (684-685 M)
Sebelum menjabat sebagai penasihat Khalifah Ustman bin
Affan, ia berhasil memperoleh dukungan dari sebagian orang Syiria dengan cara
menyuap dan memberikan berbagai hak kepada masing-masing kepala suku. Untuk
mengukuhkan jabatan Khalifah yang dipegangnya maka Marwan sengaja mengawini
janda Khalifah Yazid, Ummu Khalid.
Selama masa pemerinthannya tidak meninggalkan jejak
yang penting bagi perkembangan sejarah Islam. Ia wafat dalam usia 63 tahun dan
masa pemerintahannya selama 9 bulan 18 hari.
5. Abdul Malik ibn Marwan (685-705 M)
Abdul Malik ibn Marwan dilantik sebagai Khalifah
setelah kematian ayahnya, pada tahun 685 M. Dibawah kekuasaan Abdul Malik,
kerajaan Umayyah mencapai kekuasaan dan kemulian. Ia terpandang sebagai
Khalifah yang perkasa dan negarawan yang cakap dan berhasil memulihkan kembali
kesatuan Dunia Islam dari para pemberontak, sehingga pada masa pemerintahan
selanjutnya, di bawah pemerintahan Walid bin Abdul Malik
Daulah bani Umayyah dapat mencapai puncak kejayaannya.
Ia meninggal pada tahun 705 M dalam usia yang ke-60 tahun. Ia meninggalkan
karya-karya terbesar didalam sejarah Islam. Masa pemerintahannya berlangsung
selama 21 tahun, 8 bulan. Dalam masa pemerintahannya, ia menghadapi sengketa
dengan Abdullah ibn Zubair.
6. Al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M)
Masa pemerintahan Walid ibn Malik adalah masa
ketentraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada
masa pemerintahannya tercatat suatu peristiwa besar, iaitu perluasan wilayah
kekuasaan dari Afrika Utara menuju wilayah Barat daya, benua Eropa, iaitu pada
tahun 711 M. Perluasan wilayah kekuasaan Islam juga sampai ke Andalusia
(Sepanyol) dibawah pimpinan panglima Thariq bin Ziad. Perjuangan panglima
Thariq bin Ziad mencapai kemenangan, sehingga dapat menguasai kota Kordova,
Granada dan Toledo. Selain melakukan perluasan wilayah kekuasaan Islam, Walid
juga melakukan pembangunan besar-besaran selama masa pemerintahannya untuk
kemakmuran rakyatnya. Khalifah Walid ibn Malik meninggalkan nama yang sangat
harum dalam sejarah
Daulah Bani Umayyah dan merupakan puncak kebesaran
Daulah tersebut.
7. Sulaiman ibn Abdul Malik (715-717 M)
Sulaiman Ibn Abdul Malik menjadi Khalifah pada usia 42
tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 2 tahun, 8 bulan. Ia tidak
memiliki kepribadian yang kuat hingga mudah dipengaruhi penasehat-penasehat
disekitar dirinya. Menjelang saat terakhir pemerintahannya barulah ia memanggil
Gubernur wilayah Hijaz, iaitu Umar bin Abdul Aziz, yang kemudian diangkat
menjadi penasehatnya dengan memegang jabatan wazir besar.
Hasratnya untuk memperoleh nama baik dengan penaklukan
ibu kota Constantinople gagal. Satu-satunya jasa yang dapat dikenangnya dari
masa pemerintahannya ialah menyelesaikan dan menyiapkan pembangunan Jamiul
Umawi yang terkenal megah dan agung di Damaskus.
8. Umar Ibn Abdul Aziz (717-720 M)
Umar ibn Abdul Aziz menjabat sebagai Khalifah pada
usia 37 tahun . Ia terkenal adil dan sederhana. Ia ingin mengembalikan corak
pemerintahan seperti pada zaman khulafaur rasyidin. Pemerintahan Umar
meninggalkan semua kemegahan Dunia yang selalu ditunjukkan oleh orang Bani
Umayyah.
Ketika dinobatkan sebagai Khalifah, ia menyatakan
bahwa mempernaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih
baik daripada menambah perluasannya (Amin, 1987:104). Ini berarti bahwa
prioritas utama adalah pembangunan dalam negeri. Meskipun masa pemerintahannya
sangat singkat, ia berhasil menjalin hubungan baik dengan Syi’ah. Ia juga
memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan
keyakinan dan kepercayaannya.
Kedudukan mawali (orang Islam yang bukan dari Arab)
disejajarkan dengan Muslim Arab. Pemerintahannya membuka suatu pertanda yang
membahagiakan bagi rakyat. Ketakwaan dan keshalehannya patut menjadi teladan.
Ia selalu berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Ia meninggal pada
tahun 720 M dalam usia 39 tahun, dimakamkan di Deir Simon.
9. Yazid ibn Abdul Malik (720-724 M)
Yazid ibn Abdul Malik adalah seorang penguasa yang
sangat cenderung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat.
Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketentraman dan kedamaian, pada zamannya
berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnik politis,
masyarakat menyatakan konfrontasi
terhadap pemerintahan Yazid.
Pemerintahan Yazid yang singkat itu hanya mempercepat
proses kehancuran Bani Umayyah. Pada waktu pemerintahan inilah propaganda bagi
keturunan Bani Abas mulai dilancarkan secara aktif. Dia wafat pada usia 40
tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 4 tahun, 1 bulan.
10.Hisyam ibn Abdul Malik (724-743 M)
Hisyam ibn Abdul Malik menjabat sebagai Khalifah pada
usia yang ke 35 tahun. Ia terkenal negarawan yang cakap dan ahli strategi
militer. Pada masa pemerintahannya muncul satu kekuatan baru yang menjadi
tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan ini berasal dari
kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali dan merupakan ancaman
yang sangat serius. Dalam perkembangan selanjutnya, kekuatan baru ini mampu
menggulingkan Dinasti Umayyah dan menggantikannya dengan Dinasti baru, Bani
Abbas.
Pemerintahan Hisyam yang lunak dan jujur menyumbangkan
jasa yang banyak untuk pemulihan keamanan dan kemakmuran, tetapi semua
kebajikannya tidak bisa membayar kesalahan-kesalahan para pendahulunya, kerana
gerakan oposisi terlalu kuat, sehingga Khalifah tidak mampu mematahkannya.
Meskipun demikian, pada masa pemerintahan Khalifah
Hisyam kebudayaan dan kesusastraan Arab serta lalu lintas dagang mengalami
kemajuan. Dua tahun sesudah penaklukan pulau Sisily pada tahun 743 M, ia wafat
dalam usia 55 tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 19 tahun, 9 bulan.
Sepeninggal Hisyam, Khalifah-Khalifah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga
bermoral buruk. Hal ini makin mempercepat runtuhnya Daulah Bani Ummayyah.
11. Walid ibn Yazid (743-744 M)
Daulah Abbasiyah mengalami kemunduran dimasa
pemerintahan Walid ibn Yazid. Ia berkelakuan buruk dan suka melanggar norma
agama. Kalangan keluarga sendiri benci padanya. Dan ia mati terbunuh. Meskipun
demikian, kebijakan yang paling utama yang dilakukan oleh -Walid ibn Yazid
ialah melipatkan jumlah bantuan sosial bagi pemeliharaan orang-orang buta dan
orang-orang lanjut usia yang tidak mempunyai famili untuk merawatnya. Ia
menetapkan anggaran khusus untuk pembiayaan tersebut dan menyediakan perawat
untuk masing-masing orang. Dia sempat meloloskan diri dari penangkapan
besar-besaran di Damaskusyang dilakukan oleh keponakannya. Masa pemerintahannya
berlangsung selama 1 tahun, 2 bulan. Dia wafat dalam usia 40 tahun.
12. Yazid ibn Walid (Yazid III) (744 M)
Pemerintahan Yazid ibn Walid tidak mendapat dukungan
dari rakyat, kerana perbuatannya yang suka mengurangi anggaran belanja negara.
Masa pemerintahannya penuh dengan kemelut dan pemberontakan. Masa
pemerintahannya berlangsung selama 16 bulan. Dia wafat dalam usia 46 tahun.
13.Ibrahim ibn Malik (744 M)
Diangkatnya Ibrahim menjadi Khalifah tidak memperoleh
suara bulat didalam lingkungan keluarga Bani Umayyah dan rakyatnya. Kerana itu,
keadaan negara semakin kacau dengan munculnya beberapa pemberontak. Ia menggerakkan
pasukan besar berkekuatan 80.000 orang dari Arnenia menuju Syiria. Ia dengan
suka rela mengundurkan dirinya dari jabatan khilafah dan mengangkat baiat
terhadap Marwan ibn Muhammad. Dia memerintah selama 3 bulan dan wafat pada
tahun 132 H.
14.Marwan ibn Muhammad (745-750 M)
Beliau seorang ahli negara yang bijaksana dan seorang
pahlawan. Beberapa pemberontak dapat ditumpas, tetapi dia tidak mampu
mengahadapi gerakan Bani Abbasiyah yang telah kuat pendudkungnya.
Marwan ibn Muhammad melarikan diri ke Hurah, terus ke
Damaskus. Namun Abdullah bin Ali yang ditugaskan membunuh Marwan oleh Abbas
As-Syaffah selalu mengejarnya. Akhirnya sampailah Marwan di Mesir. Di Bushair,
daerah al Fayyun Mesir, dia mati terbunuh oleh Shalih bin Ali, orang yang menerima
penyerahan tugas dari Abdullah. Marwan terbunuh pada tanggal 27 Dzulhijjah 132
H\5 Agustus 750 M. Dengan demikian tamatlah kedaulatan Bani Umayyah, dan
sebagai tindak lanjutnya dipegang oleh Bani Abbasiyah.
B.
Kemajuan Dinasti Umayyah
Kemajuan Dinasti Umayyah dilakukan dengan ekspansi, sehingga menjadi negara
islam yang besar dan luas. Dari persatuan berbagai bangsa dibawah naungan
islam lahirlah benih-benih kebudayaan dan peradaban islam yang baru. Meskipun
demikian, Bani Umayyah lebih banyak memusatkan perhatian pada kebudayaan arab.
Kita bisa lihat pada zaman pemerintahan Abdul Malik, Salih Ibn Abdur Rahman,
sekretaris al-Hajjaj, mencoba menjadikan bahasa arab sebagai bahasa resmi di
seluruh negri. Meskipun, bahasa-bahasa asal tidak sepenuhnya dihilangkan. Dalam
pada itu, orang-orang non arab telah banyak memeluk Islam dan mulai pandai
menggunakan bahasa Arab. Perhatian bahasa Arab dimulai diberikan untuk
menyempurnakan pengetahuan mereka tentang bahasa Arab. Hal inilah yang
mendorong lahirnya seorang ahli bahasa seperti Sibawaih. Sejalan dengan itu,
perhatian pada syair arab jahiliyah pun muncul kembali sehingga bidang sastra
Arab mengalami kemajuan.
Bidang pembangunan fisik pun tidak luput dari perhatian para khalifah bani
umayyah. Masjid-masjid di semenanjung Arabia dibangun, katedral st. John di
Damaskus diubah menjadi masjid. Dan kadetral di Hims digunakan sekaligus
sebagai masjid dan gereja. Selain itu, di masa ini gerakan-gerakan ilmiyah telah
berkembang pula, seperti dalam bidang keagamaan, sejarah, dan filsafat. Pusat
kegiatan ilmiyah ini adalah Kuffah dan Basrah di Iraq.
Di
masa Umar bin Abdul Aziz pun, sering diundang para ulama dan fuqaha untuk
mengkaji ilmu di dalam majelisnya. Pada masa beliau dilarang mencaci lawan
politik dalam khutbah. Bidang keagamaan berjalan karena besarnya motivasi
keagamaan pada masa itu, bidang filsafat berjalan karena umat Islam pada akhir
Bani Umayyah terpaksa menggunakannya dalam perdebatan dengan kaum Yahudi dan
Nasrani serta diantara sesama penganut Islam.
Perkembangan
Dinasti Umayah
Pembangunan
dan komunikasi yang kurang baik di berbagai provinsi dan kota, membuat Muawiyah
berkonsultasi dengan majlis syura. Satu sisi ia cukup membuka ruang demokrasi
dengan berkonsultasi dengan anggota dewan majlis syura, namun di sisi lain ia
juga mengampanyekan bentuk pemerintahan monarki dengan mengangkat Yazid menjadi
putera mahkota, bahkan ia menyampaikan barang siapa tidak terima jika islam
maju –bersama kepemimpinan model kesultanannya- maka pedang yang akan
meluruskannya. Karena hal tersebut, maka orang-orangpun berduyun-duyun
menyatakan sumpah setia kepada Yazid.
Sekalipun
muawiyah tahu, bahwa kebanyakan sahabat terkemuka tidak terima dengan munculnya
Yazid sebagai penggantinya, namun ia tetap membiarkannya. Contohnya Marwan,
Gubernur Madinah yang datang ke Damaskus untuk memprotes kebijakan pengangkatan
Yazid sebagai putera mahkota, namun akhirnya ia dipecat.
Masa
kekuasaan Yazid sangat singkat yaitu pada 680-683. Ia dibaiat oleh rakyat
dengan setengah hati terutama oleh penduduk Mekah dan Madinah. Meskipun
pemerintahannya Monarki, namun masih terdapat majelis syura yang menandakan
tetap Demokratis. Pada masanya, Yazid ditandai dengan tiga keburukan dan hanya
satu kebaikan, yaitu pada tahun Pertama, cucu nabi, Husen terbunuh di Karbala
menyebabkan golongan Syi’ah lahir secara sempurna dan menjadi penentang utama
kekuasaannya. Tahun Kedua, tentara Yazid menyerang habis-habisan kota Madinah
dalam peperangan di Harra yang mengakibatkan citra pasukan islam tercoreng di
muka sendiri. Tahun Ketiga, tentara Yazid menyerang dan membakar Ka’bah.
Setelah pembantaian di Karbala, mereka berontak dan mengaku Abdullah ibn Zubair
menjadi khalifah mereka. Adapun kebaikan yang diperbuat Yazid yaitu mengangkat
kembali Uqbah ibn Nafi’ menjadi gubernur kedua kalinya di Ifriqiyah/Qayrawan.
Dari
hal-hal yang terjadi pada masa khalifah Yazid, menunjukkan bahwa apabila
kekuasaan sudah menjadi rebutan bagi seseorang, maka harapan keadilan dalam
kepemimpinan kandas, karena yang ada dalam benak pemimpin yang demikian
hanyalah kewibawaan dan pengaruh dirinya di mata rakyat saja, sehingga hak dan
kewajiban sebagai pemimpin tidak 100% dijadikan sebagai amanah. Sebagaimana
pada masa khalifah Yazid, sejak tahun pertama sampai terakhir penuh dengan
keburukan bahkan merupakan masa yang paling buruk dalam sejarah seperti halnya
keberanian tentara Yazid membakar Ka’bah yang sangat tidak mencerminkan
ke-Islaman sedikitpun.
Abdul
Malik setelah menjadi khalifah menghadapi yang banyak tantangan. Satu sisi
muncul Muchtar sebagai pembela kematian Husein di karbala, disisi lain musuh
utama Umayah, Abdullah ibn Zubair masih khalifah yang mengendalikan Makkah dan
Madinah selama 9 tahun, selain itu Khawarij dan Syi’ah menggoyahkan
pemerintahan Umayah. Semua lawan ia hadapi dengan cara yang berbeda dan
akhirnya dapat membasmi kesemuanya. Saat menjelang wafat, Abdul Malik
meninggalkan negara yang aman tentram, makmur, maka ia dijuluki sebagai pendiri
Dinasti Umayah yang kedua.
Periode
Abdul Malik mulai memasuki periode keemasan dinasti Umayah. Ia mampu mencetak
mata uang Arab dengan nama Dinar, Dirham, dan Fals. Kemudian dia
mendirikan kas negara di Damaskus. Selain itu pertama kali dalam sejarah bahasa
arab menggunakan titik (.) dan koma (,) dan memperbaharui Qawa’id yang sudah
dimulai sejak Zaman Ali Bin Abi Thalib yang titugaskan kepada abu al-Aswad
al-Duwaili. Disamping itu Abdul Malik juga meningkatkan pelayanan pos dan
komunikasi, juga memperbaharui perpajakan.
Sungguh sangat tepat bahwa untuk mewujudkan kemajuan
suatu negara yaitu menghidupkan kebiasaan yang telah terlupakan sebagaimana
halnya Abdul Malik, ia menghidupkan kembali bahasa Arab yang merupakan bahasa
utama kaum muslimin dan merupakan bahasa al-Qur’an namun sudah
terlupakan, ia menjadikan bahasa arab sebagai penyatu kaum sebagaimana
halnya negara kita yang memiliki beragam bahasa, namun disatukan dalam satu
bahasa, yaitu bahasa Indonesia sehingga memudahkan rakyatnya untuk saling mengenal
satu sama lain.
Keruntuhan
Bani Umayah
1.
Faktor Internal
Beberapa
alasan mendasar yang sangat berpengaruh terhadap keruntuhan Dinasti Umayah
adalah karena kekuasaan wilayah yang sangat luas tidak dibarengi dengan
komunikasi yang baik, sehingga menyebabkan suatu kejadian yang mengancam
keamanan tidak segera diketahui oleh pusat.
Selanjutnya
mengenai lemahnya para khalifah yang memimpin. Di antara empat belas khalifah
yang ada, hanya beberapa saja khalifah yang cakap, kuat, dan pandai dalam
mengendalikan stabilitas negara. Selain itu, di antara mereka pun hanya bisa
mengurung diri di istana dengan hidup bersama gundik-gundik, minum-minuman
keras, dan sebagainya.
Situasi
semacam ini pun mengakibatkan munculnya konflik antar golongan, para wazir dan
panglima yang sudah berani korup dan mengendalikan negara.
2.
Faktor Eksternal
Intervensi
luar yang berpotensi meruntuhkan kekuasaaan Dinasti Umayah berawal pada saat
Umar II berkuasa dengan kebijakan yang lunak, sehingga baik Khawarij maupun
Syiah tak ada yang memusuhinya. Namun, segala kelonggaran kebijakan-kebijakan
tersebut mendatangkan konsekuensi yang fatal terhadap keamanan pemerintahannya.
Semasa pemerintahan Umar II ini, gerakan bawah tanah yang dilakukan oleh Bani
Abbas mampu berjalan lancar dengan melakukan berbagai konsolidasi dengan
Khawarij dan Syiah yang tidak pernah mengakui keberadaan Dinasti Umayah dari
awal. Setelah Umar II wafat, barulah gerakan ini melancarkan permusuhan dengan
Dinasti Umayah.
Gerakan
yang dilancarkan untuk mendirikan pemerintahan Bani Abbasyiah semakin kuat.
Pada tahun 446 M mereka memproklamirkan berdirinya pemerintah Abbasyiah, namun
Marwan menangkap pemimpinnya yang bernama Ibrahim lalu dibunuh. Setelah
dibunuh, pucuk gerakan diambil alih oleh seorang saudaranya bernama Abul Abbas
as-Saffah yang berangkat bersama-sama dengan keluarganya menuju Kuffah.
Abbasyiah berkewajiban untuk menundukkan dua kekuasaan Bani Umayah yang besar,
yang satu dipimpin oleh Marwan bin Muhammad dan satu lagi oleh Yazid bin Umar
bin Hubairah yang berpusat di Wasit. Kedudukan kerajaan Abbasyiah tidak akan
tegak berdiri sebelum khalifah-khalifah Umayah tersebut dijatuhkan terlebih
dahulu.
As-Saffah mengirim suatu angkatan tentara yang terdiri dari laskar pilihan
untuk menentang Marwan, dan mengangkat pamannya Abdullah bin Ali untuk memimpin
tentara tersebut. Antara pasukan Abdullah bin Ali dan Marwan pun bertempur
dengan begitu sengitnya di lembah Sungai Dzab, yang sampai akhirnya pasukan
Marwan pun kalah pada pertempuran itu.
Setelah kekalahan itu, Marwan
pun tak kuasa lagi menyusun kekuatan, sehingga negeri Syam pun satu demi satu
jatuh ke tangan Abbasyiah. Ketika Syam ditaklukkan, Marwan melarikan diri ke
Palestina dan berujung pada mautnya di daratan Mesir. Marwan tewas dipenggal
kepalanya oleh pasukan Abbasyiah lalu dibawanya ke hadapan Khalifah Abu Abbas
as-Saffah lantas bersujud.
Sepeninggal Marwan, maka benteng terakhir Dinasti Umayah yang diburu Abbasyiah
pun tertuju kepada Yazid bin Umar yang berkududukan di Wasit. Namun, pada saat
itu Yazid mengambil sikap damai setelah mendengar berita kematian Marwan. Di
tengah pengambilan sikap damai itu lantas Yazid ditawari jaminan keselamatan
oleh Abu Ja’far al-Mansur yang akhirnya Yazid pun menerima baik tawaran
tersebut dan disahkan oleh as-Saffah sebagai jaminannya. Namun, ketika Yazid dan
pengikut-pengikutnya telah meletakkan senjata, Abu Muslim al-Khurasani
menuliskan sesuatu kepada as-Saffah yang menyebabkan Khalifah Bani Abbasyiah
itu membunuh Yazid beserta para pengikutnya.
Komparasi
al-Khulafa’ al-Rasyidun dan Dinasti Umayah
Berikut
ini hal-hal yang membedakan masa kepemimpinan al-Khulafa’ al-Rasyidun dan
khalifah-khalifah dinasti umayah. Namun, khusus dalam masa kepemimpinan
Khalifah Umar II, berbeda dengan khalifah-khalifah dari Dinasti Umayah yang
lain. Berikut ini beberapa perbandingan tersebut, di antaranya sebagai berikut.
1.
Pada masa al-khulafa al-Rasyidun system pemerintahan dijalankan atas dasar
al-Qur’an, hadits, dan ijma’, sedangkan pada masa Dinasti Umayah dalam
menjalankan roda pemerintahan, perintah khalifah segala-galanya dan harus
dipatuhi.
2.
Pada masa al-khulafa al-Rasyidun, khalifah menganggap sebagai pelayan
masyarakat, sedangkan para khalifah dinasti umayah, menganggap diri mereka
sebagai penguasa.
3.
Pada masa al-khulafa al-Rasyidun bertahan karena dukungan rakyat, sedangkan
dinasti umayah para khalifah bertahan dengan kekuatan.
4.
Pada masa al-khulafa al-Rasyidun tidak ada satu sukuyang berkuasa terus
menerus, sedang pada masa dinasti umayah dalam kekhalifahan hanya merekalah
yang menguasai.
5.
Pada masa al-khulafa al-Rasyidun hak berbicara dijamin dan rakyat dapat
langsung menghadap khalifah, sedangkan pada masa dinasti umayah hak bicara
rakyat ditekan dan jika rakyat menghadap khalifahharus melewati perantara yang
disebut hajib.
6.
Pada masa al-khulafa al-Rasyidun system demokrasi berjalan sedang pada masa
dinasti umayah suara rakyat tidak dihiraukan.
7.
Pada masa al-khulafa al-Rasyidun tidak memiliki hak terhadap bait al-mal,
sedang pada masa dinasti umayah bait al-mal menjadi miliki khalifah sendiri.
8.
Pada masa al-khulafa al-Rasyidun, pengaruh jahiliyyah berkurang, sementara pada
masa dinasti umayah betambah.
Berpijak
dari perbandingan di atas, maka jelaslah bagaimana corak jalannya pemerintahan
Dinasti Umayah. Track record Dinasti Umayah tidak sebaik catatan pemerintahan
Khulafaur-Rasyidin. Pemerintahan Dinasti Umayah lebih banyak diwarnai dengan
noda darah yang terhunus sayatan pedang pasukan Umayah yang tak mencerminkan
sama sekali beragama Islam. Kebijakan yang diambil dan diterapkan hanya menjadi
tameng kekuasaan yang menuntut keabsolutan. Memang, karenanya banyak sekali
pemberontakan yang diselesaikan dengan tuntas, namun sejarah tetap mancatat
akan ketidaksehatan pemerintahan yang dijalankan.
macacih,.sobat./ atas ilmunya itu berguna sekali.,
AntwoordVee uitizin copas yaa
AntwoordVee uit